Dampak Kacau Balau Penundaan Ujian Nasional (UN)
Pendidikan terbaik adalah
cerminan negeri yang maju. Pendidikan sebagai hak individu dalam setiap lapisan masyarakat. Negara harus mampu
menjadikan mereka menjadi manusia masa depan yang produktif dan berkarakter
sehingga pembangunan sebuah bangsa jelas dan terarah. Selain itu, pendidikan
harus menjadi pelopor terhadap terciptanya manusia yang mempunyai peradaban
maju tanpa harus melupakan peradaban mau budaya yang ada.
Hampir sebagian besar pihak terbelalak dengan kejadian penundaan
Ujian Nasional (UN) Sekolah Menegah Tingkat Atas (SLTA) di 11 Provinsi yang
rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 19 April nanti. Kejadian yang baru
pertama kali terjadi ini, tidak pelak menimbulkan pertanyaan di benak banyak
pihak. Mulai dari ketidaksiapan panitia UN di tingkat pusat, kendala
pendistribusian soal, perusahaan percetakan yang tidak bisa memenuhi target,
adanya keterlambatan naskah soal pada pihak percetakan, perubahan prosedur soal
sampai adanya dugaan permainan proyek.
Terlepas dari permasalahan teknis persiapan UN. Maka
keberadaan UN sebagai satu-satunya indikator kelulusan anak sekolah seharusnya
dipersiapkan secara matang, sehingga tidak terjadi kekacauan ditingkat
pelaksanaannya. Permintaan maaf Mendikbud dan penjelasan kendala teknis
pendistribusiaan soal UN seakan dianggap tidak memiliki makna, ditengah
kekhawatiran dan kecemasan yang dialami oleh hampir dua juta siswa yang harus mengikuti
UN tahun ini. Perasaan siswa ini terasa terombang-ambing tidak menentu. Padahal
mereka sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi UN sejak beberapa bulan sebelumnya.
Kacau balau penundaan pelaksanaan UN di 11 Provinsi,
setidaknya menyebabkan beberapa dampak terhadap para siswa. Pertama, beban psikologis. Para siswa
yang sudah mempersiapkan matang untuk menghadapi UN harus menelan pahit
kekecewaan dengan diundurnya pelaksanaan UN. Meski siswa dapat memanfaatkan
waktu untuk belajar lebih banyak. Namun beban psikologis mereka juga senantiasa
akan bertambah. Mengingat UN bagi para siswa bukan hanya usaha untuk menjawab
soal, melainkan pula menguji mental dan kepercayaan dirian mereka. Kedua, kecemasan orang tua dan sekolah.
UN sebagai alat ukur kelulusan siswa di tingkat akhir sekolah, tak pelak juga
membutuhkan banyak persiapan para orang tua. Seluruh orang tua seakan berlomba
untuk mencari cara bagaimana sang anak bisa lulus. Mulai dari les tambahan hingga
penguatan spiritual. Begitu pula dengan pihak sekolah yang mempunyai kewajiban
besar bagaimana seluruh peserta didik yang selama ini mereka gembleng dapat dengan lancar menghadapi
seluruh rangkaian materi yang diujikan UN. Espektasi mereka hampir sama yakni
lulus dengan nilai terbaik
Ketiga, timbulnya ketidak-percayaan. Perbedaan
waktu pelaksanaan UN di berbagai daerah malah justru menimbulkan peluang
pembocoran kunci jawaban UN. Terlepas adanya perbedaan soal di masing-masing
daerah, tidak menutup kemungkinan adanya oknum yang memanfaatkan suasana untuk
mencari keuntungan. Hal tersebut bukan tanpa alasan, meski seluruh soal UN
sudah diamankan di tingkat rayon dengan kawalan aparat. Keberadaan oknum yang
memanfaatkan momentum ini tidak akan lagi memperhitungkan soal valid dan
tidaknya kunci jawaban. Upaya pembocoron
kunci jawaban ini sudah menjadi kamus lama yang selalu mewarnai pelaksanaan UN
tiap tahunnya.
UN masih menjadi momok yang menakutkan bagi para siswa. Sebab
hasil dari UN inilah nasib pelajaran sekolah selama tiga tahun dipertaruhkan.
Karenanya, tidak jarang tiap kali pelaksanaan UN bagi anak sekolah seakan
menjadi pertobatan nasional agar lulus menghadapi UN. Jika saja pelaksanaan UN bisa
memberikan ketentraman bagi para siswa baik psikis dan masa depan, mungkin
tidak akan ada beragam kegelisahan yang menyelimuti siswa setiap tahunnya.
Inilah fakta yang harus diterima dan dimafhumi oleh banyak
pihak tidak terkecuali siswa, orang tua, sekolah juga pemerintah. UN bukanlah
sekedar menjawab soal secara benar melainkan juga perlunya keteraturan sistem
secara merata. Jika sudah terjadi
kekacauaan pelaksanaan UN seperti tahun ini. Maka hal yang paling mendasar
untuk segera diselamatkan adalah para siswa agar masih ada kepercayaan diri untuk tetap jujur
menghadapi keadaan kesembrawutan sistem yang kadangkala masih perlu membutuhkan
pemafhuman bagaimana tetap menjaga para generasi cemerlang. Dan itulah pekerjaan
bagi kita semuanya, selaku anak bangsa []
*) Pegiat MIM Indigenous School
Terima Kasih..
BalasHapussangat memberikan Pencerahan bagi Generasi Mendatang
Ijin COPAS ya kakanda
Oke.. Silahkan. Semoga bermanfaat :))
Hapus