Diposting oleh http://mimindigenous.blogspot.com/ | 2 komentar

Dampak Kacau Balau Penundaan Ujian Nasional (UN)


Pendidikan terbaik adalah cerminan negeri yang maju. Pendidikan sebagai hak  individu dalam  setiap lapisan masyarakat. Negara harus mampu menjadikan mereka menjadi manusia masa depan yang produktif dan berkarakter sehingga pembangunan sebuah bangsa jelas dan terarah. Selain itu, pendidikan harus menjadi pelopor terhadap terciptanya manusia yang mempunyai peradaban maju tanpa harus melupakan peradaban mau budaya yang ada.

Hampir sebagian besar pihak terbelalak dengan kejadian penundaan Ujian Nasional (UN) Sekolah Menegah Tingkat Atas (SLTA) di 11 Provinsi yang rencananya akan dilaksanakan pada tanggal 19 April nanti. Kejadian yang baru pertama kali terjadi ini, tidak pelak menimbulkan pertanyaan di benak banyak pihak. Mulai dari ketidaksiapan panitia UN di tingkat pusat, kendala pendistribusian soal, perusahaan percetakan yang tidak bisa memenuhi target, adanya keterlambatan naskah soal pada pihak percetakan, perubahan prosedur soal sampai adanya dugaan permainan proyek.

Terlepas dari permasalahan teknis persiapan UN. Maka keberadaan UN sebagai satu-satunya indikator kelulusan anak sekolah seharusnya dipersiapkan secara matang, sehingga tidak terjadi kekacauan ditingkat pelaksanaannya. Permintaan maaf Mendikbud dan penjelasan kendala teknis pendistribusiaan soal UN seakan dianggap tidak memiliki makna, ditengah kekhawatiran dan kecemasan yang dialami oleh hampir dua juta siswa yang harus mengikuti UN tahun ini. Perasaan siswa ini terasa terombang-ambing tidak menentu. Padahal mereka sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi UN sejak beberapa bulan sebelumnya.

Kacau balau penundaan pelaksanaan UN di 11 Provinsi, setidaknya menyebabkan beberapa dampak terhadap para siswa. Pertama, beban psikologis. Para siswa yang sudah mempersiapkan matang untuk menghadapi UN harus menelan pahit kekecewaan dengan diundurnya pelaksanaan UN. Meski siswa dapat memanfaatkan waktu untuk belajar lebih banyak. Namun beban psikologis mereka juga senantiasa akan bertambah. Mengingat UN bagi para siswa bukan hanya usaha untuk menjawab soal, melainkan pula menguji mental dan kepercayaan dirian mereka. Kedua, kecemasan orang tua dan sekolah. UN sebagai alat ukur kelulusan siswa di tingkat akhir sekolah, tak pelak juga membutuhkan banyak persiapan para orang tua. Seluruh orang tua seakan berlomba untuk mencari cara bagaimana sang anak bisa lulus. Mulai dari les tambahan hingga penguatan spiritual. Begitu pula dengan pihak sekolah yang mempunyai kewajiban besar bagaimana seluruh peserta didik yang selama ini mereka gembleng dapat dengan lancar menghadapi seluruh rangkaian materi yang diujikan UN. Espektasi mereka hampir sama yakni lulus dengan nilai terbaik

Ketiga, timbulnya ketidak-percayaan. Perbedaan waktu pelaksanaan UN di berbagai daerah malah justru menimbulkan peluang pembocoran kunci jawaban UN. Terlepas adanya perbedaan soal di masing-masing daerah, tidak menutup kemungkinan adanya oknum yang memanfaatkan suasana untuk mencari keuntungan. Hal tersebut bukan tanpa alasan, meski seluruh soal UN sudah diamankan di tingkat rayon dengan kawalan aparat. Keberadaan oknum yang memanfaatkan momentum ini tidak akan lagi memperhitungkan soal valid dan tidaknya kunci jawaban. Upaya  pembocoron kunci jawaban ini sudah menjadi kamus lama yang selalu mewarnai pelaksanaan UN tiap tahunnya.

UN masih menjadi momok yang menakutkan bagi para siswa. Sebab hasil dari UN inilah nasib pelajaran sekolah selama tiga tahun dipertaruhkan. Karenanya, tidak jarang tiap kali pelaksanaan UN bagi anak sekolah seakan menjadi pertobatan nasional agar lulus menghadapi UN. Jika saja pelaksanaan UN bisa memberikan ketentraman bagi para siswa baik psikis dan masa depan, mungkin tidak akan ada beragam kegelisahan yang menyelimuti siswa setiap tahunnya.


Inilah fakta yang harus diterima dan dimafhumi oleh banyak pihak tidak terkecuali siswa, orang tua, sekolah juga pemerintah. UN bukanlah sekedar menjawab soal secara benar melainkan juga perlunya keteraturan sistem secara merata. Jika sudah terjadi  kekacauaan pelaksanaan UN seperti tahun ini. Maka hal yang paling mendasar untuk segera diselamatkan adalah para siswa agar masih  ada kepercayaan diri untuk tetap jujur menghadapi keadaan kesembrawutan sistem yang kadangkala masih perlu membutuhkan pemafhuman bagaimana tetap menjaga para generasi cemerlang. Dan itulah pekerjaan bagi kita semuanya, selaku anak bangsa [] 

*) Pegiat MIM Indigenous School


2 komentar:

  1. Terima Kasih..
    sangat memberikan Pencerahan bagi Generasi Mendatang
    Ijin COPAS ya kakanda

    BalasHapus