Impor adalah Kebutuhan Nasional *
Ari Susanto
Pegiat MIM Indigenous School;
Mahasiswa pasca-sarjana UII konsentrasi Ekonomi Islam
Dalam
kajian teori ekonomi makro, jika terjadi defisit (kekurangan) kuota kebutuhan
dalam suatu negara, maka kebijakan yang diberlakukan yaitu dengan memberlakukan
kuota impor dari negara lain. Kebijakan stategis-taktis ini dinilai sangat
efektif dalam penanggulangan defisit di suatu negara. Kebijakan impor kuota
sebagai upaya untuk menjaga stabilitas harga di pasar. Sebab dalam hukum
penawaran, jika suatu barang dan jasa berkurang atau sedikit maka harga akan
naik. Sehingga, jika kebutuhan kuota akan barang/jasa meningkat, sedangkan
barang/jasa kebutuhan komuditi sedikit, maka harga dipasaran akan naik.
Sehingga kebijakan impor menjadi alternatif dalam menjaga harga-harga
dipasaran.
Persoalan
kuota pangan di Indonesia masih menjadi teka-teki yang sulit di pecahkan, mulai
dari kebutuhan pokok seperti beras, garam, tepung, daging sapi, kedelai dan
gula. Dari semua jenis kebutuhan yang penulis sebutkan tersebut, negara kita
tidak mampu memenuhi kebutuhan akan barang pokok itu seratus persen (100%).
Dengan argumen yang berkembang bahwa produksi di negara kita tidak mencukupi
akan kebutuhan nasional, sehingga dibutuhkan impor dari negara lain. Defisit
kebutuhan nasional akan suatu barang, yang kemudian di penuhi melalui suplay (pasokan) dari negara lain,
secara jangka panjang akan berefek negatif bagi kemajuan negara.
Kebijakan
impor atas suatu barang dalam jangka pendek memberikan efek yang positif
seperti menjaga kestabilan harga dan memenuhi kebutuhan nasional. Namun
sebaliknya, jika impor terus menerus di penuhi oleh negara asing dalam jangka
panjang dan terus-menurus tentu akan melemahkan negara seperti tidak akan
terwujud program kemandirian pangan dan secara politik, negara akan mampu di
intervensi oleh negara lain. Oleh sebab itu kebijakan impor hanya mampu efektif
dalam jangka pendek dan tidak baik jika impor diteruskan dalam jangka panjang.
Kebutuhan
Nasional
Kebutuhan
nasional sejatinya dapat dipenuhi dari negara sendiri, itupun jika pemerintah
serius dalam melakukan program kemandirian pangan. Saat ini kemandirian pangan
hanya sebatas untuk jargon elit politik dalam kampanyenya sebagai stategi
merekrut simpati rakyat, namun tidak dengan sungguh-sungguh dalam mewujudkan
kemandirian pangan tersebut. Kemandirian pangan tidak akan tervujud dengan
maraknya pembangunan atau dengan menarik investor dan menjanjikan keuntungan
yang besar dalam mendanai proyek pembangunan di Indonesia.
Indonesia
sebagai negara agraris saat ini belum mampu memaksimalkan sumber daya produksi
untuk pemenuhan kebutuhan nasional. Misalnya tentang kebutuhan garam nasional,
Indonesia dengan garis pantai terpanjang di asean tidak mampu memenuhi
kebutuhan atas garam. Indonesia dengan luas lahan pertanian juga belum optimal
dalam memenuhi kebutuhan nasional. Ketidak mampuan akan pemenuhan kebutuhan
nasional kita patut curiga pada para pengmangku kepentingan pangan nasional.
Dalam perekonomian, perilaku pasar yang ab-moral seperti perlakuan penimbunan,
memainkan harga di pasaran, serta kongkalikong atas pemain besar mengakibatkan
manipulatif data akan kebutuhan nasional, tentu ini akan merugikan.
Negara
Dalam
menjaga kestabilan harga dan kebutuhan nasional, negara dapat memerankan
dirinya sebagai pengontrol perekonomian nasional, dengan maksud dan tujuan
melindungi masyarakat dengan berbagai kebijakan dan program yang mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Seperti peran sebagai berikut;
Pertama,
negara harus berperan sebagai pengontrol kebijakan atas kebutuhan pangan.
Dengan artian, negara menjamin keberlangsungan para petani Indonesia dalam
melakukan prosuksi bahan pokok dengan bantuan pupuk murah (subsidi), menjamin
irigasi, serta pemberian penyuluhan akan pertanian yang baik dan berkualitas.
Kedua,
negara dalam hal ini pemerintah harus menjaga keberlangsungan distribusi pangan
nasional. Distribusi yang tidak berjalan lancar akan menyebabkan gejolak pada
harga pasar. Disini pemerintah harus menjamin tidak adanya distributor dalam
memainkan harga dengan melakukan penimbunan kebutuhan pangan. Negara menjamin
tidak adanya kong-kalikong antara perusahan besar yang menguasai pasar dalam
memainkan harga.
Ketiga,
pemerintah harus membatasi kuota impor dan harus mendorong pemenuhan kebutuhan
pangan seratus persen dari dalam negeri. Bahkan negara harus mampu memerankan
diri sebagai eksportir pangan di dunia internasional. Kebutuhan impor hanya
sebagai jalan singkat untuk menjaga kestabilan harga dan kebutuhan pangan
nasional.
*Tulisan ini pernah dimuat di Harian Bernas Jogja (21/09/2016), dan dimuat ulang untuk tujuan pendidikan.
NB: Gambar utama diambil dari sini
0 komentar: