Diposting oleh http://mimindigenous.blogspot.com/ | 2 komentar

Menunggu Jawaban JIMM: Menyemai Gagasan Internasionalisasi Muhammadiyah



Oleh : Muhammad Hasan Syamsuddin*)

Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan yang besar di Indonesia saat ini telah melampaui masa kemapanannya. Ratusan bahkan hingga ribuan amal usaha Muhammadiyah tersebar di berbagai penjuru nusantara. Diawali dengan ide purifikasi-pemurnian ajaran agama islam akibat beban kultural yang melekat pada masa-masa kolonial membuat Muhammadiyah tampil sebagai salah satu organisasi keagamaan yang cukup berpengaruh. Konsep dakwah yang tak hanya berkutat pada ide-ide purifikasi, namun juga ide-ide pemberdayaan sosial-kemasyarakatan sesuai dengan teologi dakwah Muhammadiyah yang populer dikenal dengan teologi Al Ma’un menjadi rel dakwah Muhammadiyah dalam mengembangkan sayapnya. Tahun demi tahun sayap dakwah Muhammadiyah terus meluas, semula keanggotaan Muhammadiyah banyak di dominasi oleh pedagang muslim lokal perlahan Muhammadiyah mengalami heterogenisasi. 

Ide dasar muhammadiyah dalam membersihkan beban-beban kebudayaan warisan hindu-budha pada dasarnya merupakan bagian dari gerakan pembaharuan pemikiran islam pada masa-masa itu. Hal tersebut terjadi khususnya di timur tengah, lahirnya tokoh reformis islam seperti Muhammad Abduh dan Jamalludin Al-Afghani dengan ide Pan islamismenya adalah bukti nyata gerakan pembaharuan pemikiran islam sedang berkembang pesat. Menurut sejarawan Kuntowijoyo, Muhammadiyah di awal periodenya sangat kualitatif dalam menyebarkan ide-ide dakwahnya, sementara semakin lama gerak dakwah Muhammadiyah semakin kuantitatif, hal tersebut dibuktikan dengan tersebarnya amal usaha Muhammadiyah di pelosok-pelosok desa, disaat itulah Muhammadiyah masuk dalam fase kemapanan. Memang sudah saatnya fase kemapanan ini diraih oleh Muhammadiyah setelah se-abad  berdiri untuk berdakwah. 

Corak Muhammadiyah secara organisatoris tentu berbeda dengan organisasi pada jamannya. Serikat Dagang Islam misalnya yang merupakan organisasi politik perjuangan kelas kala itu, sementara Muhammadiyah bukanlah organisasi politik walaupun dalam proses perjalanannya Muhammadiyah harus bersentuhan dengan realitas politik di masa-masa Demokrasi Terpimpin. Dalam menjalani fase kemapanan ini Muhammadiyah dihadirkan dengan tantangan-tantangan baru. Beberapa kalangan muda Muhammadiyah menganggap kebutuhan untuk menglobalkan Muhammadiyah atau Internasionalisasi Muhammadiyah sebagai sebuah tantangan baru. Hal demikian tentu menjadi wacana segar terlebih memang diaspora kader Muhammadiyah untuk go internasional tidak terlalu mendapat tanggapan yang serius secara organisatoris, hal ini dapat dibuktikan dengan hanya didirikannya Cabang Muhammadiyah yang akrab dikenal sebagai PCIM. Ide segar ini, telisik demi telisik sedikit mengadopsi mode organisasi gerakan dakwah asal Turki yang sedang populer yang dinamakan Gulen-Turkish.

Mengenai Gulen, dalam realitanya Gulen memang berhasil melakukan diaspora kadernya di berbagai negara, setidaknya menurut referensi di dua puluh negara dengan ribuan aset berbentuk pelayanan sosial-hizmet. Asal muasal lahirnya Gulen sendiri didasari atas adanya fenomena gerakan ekstrimisme yang identik dengan ajaran islam sehingga perlunya islam tampil untuk menangkis labelling ekstrimisme tersebut dengan aksi pelayanan sosial. Ajaran Fethullah Gulen sendiri secara filosofis memang menekankan akan pentingya dakwah dengan landasan cinta dan kasih sayang. Jika berangkat dari komparasi antara Muhammadiyah dan Gulen dapat ditemui berbagai persamaan, misalnya adanya konsep dakwah dengan melayani umat melalui aksi-aksi konkret seperti pembangunan gedung-gedung sekolah dan fasilitas-fasilitas lainnya, hanya saja Gulen sukses go internasional sementara Muhammadiyah masih bertaraf lokal. Jika memang dalam fase kemapanannya Muhammadiyah dituntut untuk berkembang lebih jauh, maka tak mustahil jika Muhammadiyah dapat mengembangkan sayapnya di negeri-negeri tetangga dengan tetap fokus pada aksi melayani umat. Namun sebelum jauh melangkah, sudahkah perhitungan-perhitungan rasional dilakukan sebelum menghantarkan Muhammadiyah untuk keluar dari sangkarnya?. 

Perhitungan-perhitungan tersebut tentu bukan hanya persoalan sumber dana dan sumber daya manusianya, hitung-hitungan tersebut terkait dengan adaptasi ide-ide dakwah Muhammadiyah dengan kontur sosial dan politik di negeri yang berbeda-akan dituju. Mungkin jika hanya terbatas pada pembangunan fasilitas fisik semata Muhammadiyah tak akan terlalu kerepotan, namun jika ide-ide dakwah Muhammadiyah dituntut untuk berinteraksi dengan kondisi sosial, ekonomi, politik dan budaya di negeri yang akan dituju yangmana unsur-unsur diatas menentukan corak struktur sosial dari satu wilayah maka hal demikianlah yang perlu menjadi perhitungan real bagi Muhammadiyah untuk melakukan objektifikasi atas ide-ide dakwahnya, kecuali jika Muhammadiyah hanya akan menjadi lembaga filantropi semata atau lembaga komersil tanpa adanya ideologisasi. Barangkali dengan internasionalisasi tak menutup kemungkinan Muhammadiyah akan bervariasi, seperti sedikit ke-ikhwan-ikhwanan atau bahkan cenderung liberal. Kita tunggu hasil studi persiapan yang mulai digelorakan oleh JIMM-Jaringan Intelektual Muhammadiyah.

*) Mantan pimpinan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.

Sumber tulisan : Direpost dari blog Penulis (Klik Sini) Alumni (Klik Sini)
Gambar : FAI UMS (Klik Sini)

2 komentar: