Diposting oleh http://mimindigenous.blogspot.com/ | 0 komentar

Kontekstualisasi Islam Progresif dalam Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah



Aditsa A. Muthmainnah
Sekretaris Bidang IMMawati PC IMM AR Fakhrudin periode 2016-2017

Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah

Muhammadiyah adalah suatu wadah organisasi gerakan Islam yang berdiri pada tahun 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, yang dalam kalender hijriyah tahun 2010 dan kemarin genap berusia 100 tahun. Sebagai organisasi keagamaan, Muhammadiyah telah banyak berkiprah dalam kehidupan bermasyarakat. Namun dalam usia satu abad ini masih meninggalkan berbagai permasalahan yang perlu diperbaiki oleh Muhammadiyah itu sendiri. Keberpihakan kepada kelompok miskin dan marginal sudah menjadi nalar autentik Muhammadiyah. KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, telah mencontohkan bagaimana organisasi ini bekerja, dimana Kiai Dahlan begitu berpihak kepada orang miskin. Al-Ma'un dijadikan landasan normatif operasi penyantunan yang kala itu masih terbelenggu dalam kemiskinan, kebodohan, dan penjajahan. Saat ini, kondisi masyarakat yang dihadapi Muhammadiyah setelah lebih dari satu abad berdirinya jauh lebih kompleks dan kemiskinan masih menjadi masalah pelik dan akut yang harus mendapat perhatian serius secara organisasi. Upaya pemberdayaan dan pengentasan kemiskinan menjadi gerakan, bukan hanya aktivitas sporadis.
Jika kita menilik ke belakang, latar belakang didirikannya organisasi Muhammadiyah sendiri adalah untuk mengurangi berbagai bentuk ketimpangan dan kerusakan yang terjadi di masyarakat dari berbagai lapisan sosial. Dimana pada saat itu, masyarakatnya dalam keadaan yang dianggap terbelakang, bahkan benar-benar mengalami masa jahiliyah, yakni berpikir secara fundamental. Kemudian berdirilah Muhammadiyah dengan misi pencerahan, untuk mewujudkan masyarakat yang ideal, masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Menurut Hasan, secara teoritis meluasnya Muhammadiyah ke daerah pedesaan itu bisa berarti Islamisasi. Muhammadiyah adalah salah satu gerakan pembaharuan Islam terkemuka yang gigih memberantas Islam sinkretik dalam bentuk aktual TBC yang tumbuh subur di daerah pedesaan. (Mulkhan, 2010)

Salah satu bentuk keseriusan Muhammadiyah dalam persoalan ini adalah dengan mengoptimalkan kinerja kader di setiap ortomnya unuk mendukung dan bergerak memberantas TBC dan lainnya. Sedangkan saat ini keluhan kekurangan kader di setiap tingkatannya menjadi persoalan klasik. Salah satu penyebabnya adalah kader yang berada di ortom sudah merasa nyaman dengan posisinya dalam ortom tersebut. Sehingga hal tersebut dapat menjadi penghambat gerakan berkemajuan di Muhammadiyah itu sendiri, karena tidak banyaknya kader ortom yang melanjutkan kiprahnya dalam Persyarikatan. Melakukan inovasi atau revitalisasi dalam bergerak menjadi solusi yang dianggap tepat bagi sebuah gerakan terutama di Muhammadiyah. Mengapa kita harus menjadi gerakan yang berkemajuan? Bisakah kita mencapai hal itu?

Berkemajuan memiliki makna memandang atau berorientasi ke depan. Berorientasi ke depan berarti ada tujuan yang ingin dicapai. Dan tujuan dari Muhammadiyah sendiri adalah Menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (Masyarakat Utama, adil dan makmur yang diridhoi Allah SWT). Dalam rangka mencapai tujuannya tersebut, Muhammadiyah kemudian mencetuskan gagasan Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah.

Bahwa kita tahu bagaimana keadaan masyarakat Indonesia saat ini. Apakah sudah dapat dianggap berkemajuan seperti makna berkemajuan dalam Muhammadiyah atau belum? Karena seperti yang banyak kita lihat dan kita temui, masih banyak kemunduran yang terjadi pada bangsa ini, terutama dalam aspek keagamaan (menilik pada tujuan Muhammadiyah), pendidikan, dan kemasyarakatan, serta aspek lainnya. Tentu masih kita temui praktik-praktik mistis di daerah-daerah tertentu di Indonesia, TBC (Takhayul, Bid’ah, Churofat) yang merajalela, semakin banyak dan tersebarnya paham-paham baru yang dianggap dapat menyesatkan, dan lain sebagainya. Dalam aspek pendidikan, masih banyak mereka yang belum tersentuh akses dalam menerima pengetahuan dari pendidikan formal yang dapat dikatakan layak, terbatasnya infentaris berupa buku-buku bagi mereka yang berada jauh di perbatasan, sarana prasarana pendidikan yang masih jauh dari kata layak, dan lain sebagainya. Belum lagi dalam aspek kemasyarakatan tentang belum berkurangnya kemiskinan atau pengangguran secara signifikan,

Oleh karena itulah, alasan kenapa Muhammadiyah ingin mengusung gerakan berkemajuan. Karena Muhammadiyah memiliki tujuan yang ingin dicapai, yakni untuk memajukan masyarakat dalam arti sebenarnya. Tentu saja dalam mencapai tujuan tersebut, Muhammadiyah melibatkan berbagai pihak agar dapat menyentuh target atau sasaran dari tujuan tersebut secara keseluruhan. Baik itu dari tingkatan kepemimpinan Muhammadiyah, dari organisasi otonom yang dimiliki, dari pihak-pihak di dalam Amal Usaha Muhammadiyah, hingga dari pendamping organisasi Muhammadiyah, ‘Aisyiyah.

Islam Progresif dan Islam Berkemajuan dalam Muhammadiyah

Sebagai sebuah gerakan Islam tentu saja Muhammadiyah harus senantiasa bergerak. Namun bukan berarti gerakan yang tidak memiliki arti, atau yang hanya mengalir saja menurut program-program kerja yang telah disusun. Muhammadiyah juga perlu dan harus terus melihat sekitarnya, serta memikirkan apa yang seharusnya dilakukan sehingga dapat terus bermanfaat bagi sekitar. Jika hal tersebut menjadi hal yang terus dikaji, maka Muhammadiyah bisa mencapai gagasannya tersebut, Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah dengan mengkontekstualisasikan Islam secara maksimal. Seperti yang dikutip dalam Pengembangan Pemikiran Keislaman Muhammadiyah: Purifikasi & Dinamisasi.


Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dan Da’wah Amar Ma’ruf Nahi Munkar mempunyai kaidah yang tidak membelenggu wawasan berfikir melalui pengembangan jiwa ijtihad dan tajdid, dalam mengimplementasikan gerakan untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba Allah dan khalifah Allah di muka bumi secara operasional meliputi bidang-bidang (a) Aqidah, (b) Akhlaq, (c) Ibadah, (d) Mu’amalah Duniawiyah. Muhammadiyah melalui Majlis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Ke-Islaman merumuskan dan menggolongkan norma-norma dasar yang bersifat instrumental dalam suatu keputusan Tarjih, termasuk di dalamnya mengenai mu’amalah duniawiyah. (Nitisoemantri, 2000)

Muhammadiyah sendiri memiliki gagasan Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah. Dalam hal ini juga, Muhammadiyah telah membahas mengenai dua sisi “berkemajuan” dalam arti yang sebenarnya. Gagasan Indonesia Berkemajuan dan Islam Berkemajuan merupakan gagasan yang nantinya menjadi jalan untuk Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah. Makna berkemajuan di sini dapat diartikan sebagai proses juga tujuan yang bersifat ideal untuk mencapai segala kondisi untuk lebih berkembang, memiliki orientasi ke depan. Juga di dalam Muhammadiyah, berkemajuan mesti sejalan dengan karakter gerakan Islam yang bersifat modern atau seperti yang kita kenal dengan tajdid (pembaharuan) dalam segala aspek kehidupan. Dimana kita dituntut untuk mengikuti perkembangan zaman, namun tidak hanyut di dalamnya. Istilah Islam Progresif kemudian menggaung dimana-mana sebagai bentuk integritas Muhammadiyah dalam membangun Gerakan Berkemajuan.

Istilah “Islam yang berkemajuan” yang digunakan oleh muhammadiyah di awal abad ke-20 (1912) memang terasa lebih nyaman digunakan daripada istilah islam “modern.” Islam berkemajuan menyemaikan benih-benih kebenaran, kebaikan, keadilan, kemakmuran, dan keutamaan hidup secara dinamis bagi seluruh umat manusia, islam yang menjunjung tinggi kemuliaan manusia baik laki-laki maupun perempuan tanpa diskriminasi. Islam yang anti terhadap segala bentuk pengrusakan di muka bumi, seperti korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, kejahatan manusia, eksploitasi alam, serta berbagai kemungkaran yang menghancurkan kehidupan.

Sedangkan salah satu yang menyebut-bisa dikatakan mencetuskan pemikiran Islam Progresif adalah Abdullah Saeed, seorang pemikir Islam Kontemporer yang berasal dari Australia. Alasan pemilihan pemikir Islam Progresif jatuh padanya adalah karena ia hidup di tengah era kontemporer, yang berasal dari benua dengan wilayah minoritas Islam, dan yang lebih penting adalah memiliki kemampuan mengaitkan paradigma pemikiran Islam kontemporer dengan baik. Lantas, Islam progresif menurutnya adalah merupakan upaya untuk mengaktifkan kembali dimensi progresifitas Islam yang yang dalam kurun waktu yang cukup lama mati suri ditindas oleh dominasi teks yang dibaca secara literal, tanpa pemahaman kontekstual.

Perbedaan yang tampak dari dua gagasan pemikiran ini adalah, pertama problem dikotomi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama di lingkungan perguruan (tinggi) Muhammadiyah. Dalam islam progresif, tidak ada dikotomi antara keduanya. Kedua dokumen Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua telah secara tegas menyebut perlunya keadilan sosial, keadilan gender, hak asasi manusia, tetapi belum menyebut secara eksplisit “relasi yang harmonis antara Muslim dan Non-Muslim.”

Berbicara mengenai Islam Progresif, tentu Muhammadiyah telah memiliki pemikiran mengenai hal ini. Mengkontekstualisasikan Islam Progresif dalam Muhammadiyah dibangun dengan 5 fondasi. Pertama, Tauhid yang murni. Muhammadiyah seringkali disebut sebagai gerakan Islam Puritan karena keteguhannya dalam mengajak masyarakat untuk senantiasa berpegang pada akidah yang lurus, dan meninggalkan hal-hal duniawi yang berpotensi merusak diri bahkan organisasi. Dengan Tauhid yang murni, manusia dapat menjadi pribadi yang kuat dan lebih baik. Salah satu bentuk konkret hal ini adalah Muhammadiyah sudah jauh dari dahulu kala memberantas TBC. Melarang ziarah jika itu bertujuan menjadi sesembahan, dan sebagainya.

Antara gagasan Indonesia Berkemajuan dengan gagasan Islam Berkemajuan atau Islam Progresif bukan berarti memisahkan makna berkemajuan agama dan negara di dalam Muhammadiyah. Justru kedua hal tersebut menjadi pelengkap satu sama lain. Asas Islam di Muhammadiyah diselaraskan atau sejalan dengan asas berbangsa dan negara dengan satu pandangan tujuan yakni untuk mengurangi hingga memberantas pembodohan, keterbelakangan, ketradisionalan, kemunduran, juga kebodohan sesuai dengan cita-cita dalam UUD 1945 “memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa” sehingga terbentuklah negara yang baldhatun thayyibatun wa rabbun ghafur.

Kedua, memahami Al-qur’an dan Sunnah secara mendalam. Dengan tetap berlandaskan kepada Al-Qur’an dan Sunnah, setiap amal Muhammadiyah akan memiliki fondasi yang kuat dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat serta berorganisasi. Gagasan Indonesia Berkemajuan dicetuskan pada Tanwir Muhammadiyah di Samarinda pada 2014 lalu. Muhammadiyah sebagai gerakan Islam terbesar dan telah berusia sangat tua masih melihat begitu banyak rakyat pada umumnya masih belum “maju” dalam pemikiran dimana masih banyak yang taklid dalam banyak hal, sehingga gampang terkecoh. Karena beribadah tanpa dasar-dasar dan pemahaman yang mendalam terhadap suatu hal.

Proses pembodohan pun masih bahkan semakin kuat dialami masyarakat, padahal telah dipermudah dengan canggihnya teknologi saat ini, namun seakan-akan masyarakat tenggelam karenanya. Lalu memunculkan pertanyaan baru, apakah masyarakat saat ini mengalami kemajuan atau justru kemunduran? Karena, seperti yang bisa kita lihat, generasi saat ini merupakan generasi menunduk, generasi yang takluk pada kecanggihan konvergensi media. Dimana kepekaan sosial mereka saat ini dipertanyakan.

Kemudian Rekonsruksi Kehidupan Kebangsaan yang Bermakna menjawab hal tersebut, dimana pemikiran tersebut merupakan bukti dari kebesaran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam yang berusia lebih tua dan menjadi bagian dari kekuatan nasional yang ikut mendirikan Republik Indonesia (Muhammadiah dan Indonesia Berkemajuan, 2014). Gagasan ini jelas masih sejiwa dengan Islam. Kemajuan berbangsa dan bernegara dalam pandangan Islam di Muhammadiyah adalah untuk kebaikan sebagai hal yang utama, yang nantinya menghasilkan keunggulan hidup, baik lahir maupun batin.

Ketiga, melembagakan amal shalih yang fungsional dan solutif. Muhammadiyah harus senantiasa hadir, bersama-sama terlibat sebagai bagian integral masyarakat dan bertanggung jawab atas problematika kehidupan sosial. Bagi Muhammadiyah, amal shalih adalah amal yang bermanfaat dan solutif. Hal itulah yang menjadi bagian dari Muhammadiyah dalam bermualamah.

Keempat, berorientasi kekinian dan masa depan. Para pendiri Muhammadiyah memberikan contoh bagaimana membangun Islam yang berkemajuan. Pertama, melihat Islam sebagai realitas kekinian dan kedisinian. Kedua, menjadikan realitas, konteks situasi, dan kondisi untuk merancang masa depan yang lebih baik. Namun, salah satu penyebab kemuduran saat ini adalah, kita masih terlena oleh kejayaan masa lampau. Kita hanya terus membanggakan apa yang telah dibangun oleh sesepuh kita tanpa upaya memperbarui dalam arti menjaga spirit dari apa yang telah mereka bangun dan yang dapat bertahan hingga saat ini. Bagaimana pendiri Muhammadiyah dulu sudah jauh berpikir ke depan. Pada saat umat masih banyak yang terbelakang, tradisional, kejumudan.

Lalu arti kata progresif dalam Islam Progresif sendiri dapat dimaknai sebagai bentuk / upaya dalam merespon pandangan orang-orang yang menilai bahwa Islam lamban dalam merespon isu terkini atau perkembangan zaman. Juga sebagai bentuk kesadaran untuk melawan tanggapan ekstrimisme yang disematkan pada Islam atas kejadian-kejadian tertentu yang dianggap merugikan banyak pihak. Padahal, jika kerusakan yang dilakukan oleh seseorang atas nama agama bukan berarti agama itu yang rusak, namun seseorang itulah yang belum atau bahkan tidak dapat memaknai progresif dalam agama tersebut.

Karena setiap agama pasti tidak menghendaki ketidakteraturan, kejahatan dan ataupun kerusakan. Dimana agama sendiri merupakan seperangkat aturan / nilai yang akan mengantarkan manusia menggapai “kemuliaan” berupa kedamaian, ketaatan, serta kebaikan dalam hidupnya. Maka Islam Progresif ini dapat menjadi jalan tengah untuk menangkis anggapan-anggapan kritis nan sinis dari mereka yang memandang Islam seperti itu.

Kelima, bersikap toleran, moderat, dan suka bekerjasama. Sebagai gerakan yang berkemajuan, Muhmmadiyah tidak menutup diri terhadap segala ilmu pengetahuan, sains maupun keagamaan. Gagasan Indonesia Berkemajuan yang tidak melupakan asas Islam telah dikenal dengan istilah Islam Progresif. Terbukanya ruang toleransi tapi bukan berarti memisahkan antara agama dan negara menjadi proses juga tujuan Islam Progresif tersebut. Islam progresif ini bisa dikatakan istilah baru dalam Islam kontemporer, untuk memberikan label kepada pemahaman-pemahaman dan aksi-aksi umat Islam yang memperjuangkan penegakkan nilai-nilai humanis berlandaskan Islam, seperti pengembangan civil society, demokrasi, keadilan, kesetaraan gender, pembelaan pada ketidakadilan, pluralisme, pemberantasan kebodohan, mengurangi kemiskinan, dsb. Juga sebagai ungkapan dari ketidakpuasan Islam liberal yang menekankan pada pandangan dan perilaku umat Islam yang kurang atau tidak humanis. Kalau mau melihat contoh kontekstualisasi Islam Progresif adalah di Muhammadiyah. Mengapa? Karena Muhammadiyah telah banyak berkiprah dan memiliki kontribusi yang luar biasa untuk Indonesia dengan tetap berpegang teguh pada ajaran Islam. Karena walaupun masih secara normatif, Muhammadiyah jelas yakin bahwa Islam mampu menjawab berbagai persoalan di tengah dinamisasi zaman saat ini. Sebab landasan perjuangan KH Ahmad Dahlan dalam mendirikan Muhammadiyah sendiri adalah QS Al-Imran: 104. Tinggal bagaimana nantinya implementasi atau aksi nyata dari kontekstualisasi Islam Progresif tersebut dalam kehidupan Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah untuk menghadapi kompleksnya tantangan di zaman digital ini.

Kontekstualisasi Islam Progresif dalam Gerakan Berkemajuan di Organisasi Otonom Muhammadiyah

Islam Progresif akan semakin memperkuat pandangan baik orang-orang terhadap Islam, jika nilai-nilai positif Islam Progresif ini mampu diaplikasikan dalam Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah. Oleh karenanya diperlukan revitalisasi gerakan Muhammadiyah, agar semakin membentuk militansi para kadernya, hingga di tingkat ortom. Organisasi Muda Muhammadiyah sendiri sudah memiliki inisiatif untuk membangun gerakan yang bersifat publik, baik sosial, ekonomi, politik, bahkan antikorupsi. Sebagai bentuk keseriusan mereka dalam mengawal hidup berbangsa yang adil, demokratis dan transformatif (Rekonstruksi Angkatan Muda Muhammadiyah, 2016, p. 10).

Seperti yang kita ketahui di ranah ortom Muhammadiyah ada Nasyi’atul ‘Aisyiyah (Nasyi’ah) yang gencar dengan wacana pemberdayaan perempuan dan anak. Ada Pemuda Muhammadiyah (PM) yang menggalakkan aksi antikorupsi. Ada Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) yang terkenal dengan wacana ilmiahnya. Bahkan ada Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) yang berkali-kali menjadi OKP terbaik. Kader di ortom-ortom tersebut merupakan pihak yang diharapkan mampu mendukung Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah, dengan tujuan yang dimiliki masing-masingnya untuk dapat menciptakan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya sesuai yang dicita-citakan Muhammadiyah.

Idealnya ortom adalah organisasi yang tidak melulu memikirkan gerak ke luar, melainkan juga mematangkan aspek internalnya dalam rangka keberlangsungan Persyarikatan ke depan. Ortom Muhammadiyah perlu melakukan rekonstruksi gerakannya agar bisa kembali membumi. Karena ortom yang tidak bergerak apalagi tidak berubah akan diabaikan orang lain karena dianggap tidak mampu merespon isu-isu sosial yang kerap terjadi di masyarakat. Ortom-ortom tersebut seharusnya tidak terus-menerus bangga karena organisasi induknya, atau dalam hal ini adalah Muhammadiyah. Seharusnya sembari berproses di ortom juga menyiapkan kualitas diri untuk selanjutnya berkiprah di Muhammadiyah.

Salah satunya adalah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, yang jika tidak bisa merambah krisis yang terjadi di masyarakat bisa jadi tidak lagi diakui sebagai pergerakan mahasiswa. IMM terutama seharusnya mampu merealisasikan nilai-nilai Islam Progresif untuk kemajuan Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah. Adapun tujuan IMM yaitu Mengusahakan terbentuknya akademisi Islam yang berakhlak mulia dalam rangka mencapai tujuan Muhammadiyah. Salah satu caranya adalah dengan terus membumikan 3 ranah geraknya, religiusitas, intelektualitas, serta humanitas dengen cara menulis, diskusi, dan aksi. Jika tidak mampu melakukan ketiganya, maka minimal mampu dan mau untuk melakukan salah satunya. Namun, apakah kemudian dapat mencapai tujuannya untuk mewujudkan tujuan Muhammadiyah?

Jika jawabannya belum, hal ini sangat dimaklumi karena proses pencapaian tujuan tidak akan begitu saja mudah untuk diraih. Hanya saja IMM sendiri sebagai ortom yang terkenal dengan wacana ilmiahnya jangan sampai menjadi ortom yang antikritik. Meskipun gerakannya dipayungi oleh Amal Usaha Muhammadiyah, namun IMM setidaknya menerima berbagai masukkan yang diberikan oleh berbagai pihak, terutama dari sesama pergerakan mahasiswa lainnya. Dan tiga ranah di atas perlu lebih digalakkan agar kualitas kader IMM tidak lagi diragukan. Karena hal ini lah, Muhammadiyah dapat mempercayai bahwa kader-kader ortomnya yang akan kembali berkiprah di Persyarikatan memiliki kualitas yang mumpuni dapat mengusung nilai Islam Progresif dalam Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah.

Peran ortom memang sangat kuat untuk mendukung gerakan di Muhammadiyah. Oleh karenanya para kader yang berada di ortom seharusnya tidak berhenti hanya di ortom saja. Karena sebagian besar kader ortom Muhammadiyah memiliki semangat dan berjiwa muda. Hal itu jelas menandakan bahwa setiap ortom di Muhammadiyah mampu untuk mengangkat kembali ke permukaan nilai-nilai Islam Progresif untuk terus mempertahankan Gerakan Berkemajuan Muhammadiyah. Seperti di PM yang hingga saat ini masih menggalakkan aksi antikorupsi.

Jangan sampai kader Muhammadiyah hingga ke ortomnya kehilangan arah dan komitmennya dalam ber-Muhammadiyah, juga jangan sampai melemahnya kader Muhammadiyah dalam segi spirit, militansi, karakter atau identitas dan visi gerakan dalam menggerakkan Muhammadiyah. Apabila kader Muhammadiyah memiliki jiwa seperti itu, maka Muhammadiyah akan mengalami kesulitan dalam melakukan pembaharuan atau gerakan tajdid. Muhammadiyah masih lemah dalam ikatan solidaritas kolektif dalam membangun tali silaturahmi antarwarga Muhammadiyah, mengingat lahirnya Muhammadiyah ini tidak untuk berpolitik (praktis), melainkan berdakwah amar ma'ruf nahi mungkar. Oleh karenanya, ortom diharapkan mampu menjadi tali-temali yang dapat menghubungkan hal tersebut. 

Karena semakin ke sini tantangan bagi Muhammadiyah ialah bagaimana seharusnya melangkah dalam melintasi zaman menuju abad kedua yang penuh dengan dinamika baru yang sangat kompleks. Melangkah dengan pandangan dan strategi yang lebih tepat sasaran dan mencapai keberhasilan dalam mewujudkan visi dan tujuannya, baik tujuan jangka menengah dan jangka panjang, maupun tujuan ideal yakni terbentuknya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Sementara Muhammadiyah dengan cita-cita Islam mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dan mendirikan Islam sebagai rahmatan lil alamin, yang memerlukan transformasi baru dalam aktualisasi gerakannya di berbagai bidang kehidupan. Di sinilah pentingnya kontekstualisasi Islam Progresif dalam gerakan dakwah dan tajdid gelombang kedua yang secara niscaya diperlukan Muhammadiyah dalam memasuki abad baru yang penuh tantangan tersebut.

Muhammadiyah memiliki potensi dan modal dasar yang kuat dan diharapkan terus berkiprah untuk pencerahan dan kemajuan bangsa, serta mampu menjadikan gerakan Islam Progresif ini yang membawa Islam sebagai rahmat bagi kehidupan. Dengan pandangan Islam yang berkemajuan, sumberdaya manusia yang berkualitas, kepercayaan masyarakat yang cukup tinggi, pengalaman sosial yang panjang, dan modal sosial yang luar biasa Muhammadiyah akan mampu menjadi kekuatan pencerahan di negeri ini. Kini dalam memasuki perjalanan abad kedua tuntutannya ialah bagaimana segenap anggota terutama kader pimpinan Muhammadiyah, memanfaatkan dan memobilisasi seluruh potensi dan sistem gerakannya untuk tampil menjadi gerakan Islam modern yang unggul di segala lapangan kehidupan.

Melalui gerakan pencerahan yang membawa misi dakwah dan tajdid yang pencerdasan, pemberdayaan, dan pembebasan kehidupan di tengah dinamika abad modern tahap lanjut yang penuh tantangan, Muhammadiyah dituntut melakukan transformasi pemikiran dan gerakan praksisnya di segala bidang yang selama ini diperankan plus bidang-bidang baru yang dikembangkannya.


Di antara ciri khas Muhammadiyah dalam bergerak dengan sistem organisasi ialah dalam menentukan langkah ke depan melalui tahapan-tahapan program yang memiliki capaian yang jelas dalam bentuk visi, yakni pernyataan tentang kondisi dan arah yang ingin dituju serts dicapai dalam periode tertentu”. (Nashir, 2011)

Jika menginginkan capaian tersebut, maka kita dapat melihat kembali keputusan-keputusan yang telah diputuskan dalam Muktamar, terutama Muktamar satu abad Muhammadiyah lalu yang menghasilkan rancangan keputusan untuk menjalani abad kedua ini.

Bahan Bacaan

Website:
Muhammadiah dan Indonesia Berkemajuan. (2014, Juli 15). Retrieved from sang pencerah: http://sangpencerah.id/2014/07/muhammadiyah-dan-indonesia-berkemajuan.html
Kemiskinan dan Kepemimpinan Muhammadiyah. (2015, Agustus 07).                                       http://www.republika.co.id/berita/koran/opini-koran/15/08/07/nspfoh18-kemiskinan-           dan-kepemimpinan-muhammadiyah

Amin Abdullah: Reaktualisasi Islam yang Berkemajuan. (2013, Juni 21).                                 http://www.muhammadiyah.or.id/id/download-arsip-materi-seminar-dan-pengajian-ra         madhan-115.html

Buku:
Mulkhan, A. M. (2010). Marhaenis Muhammadiyah. Yogakarta: Perceakaan Galang Press.
Nitisoemantri, S. (2000). Muhammadiyah Dan Perkembangan Mu'amalah Kontemporer. In M. Azhar, Pengembangan Pemikiran Keislaman Muhammadiyah: Purifikasi & Dinamisasi (pp. 71-72). Yogyakarta: LPPI.
Suara Muhammadiyah. (2016). Rekonstruksi  Gerakan Ortom Muda Muhammadiyah. Yogyakarta:

Nashir, H. (2011). Muhammadiyah Abad Kedua. Yogyakarta: Surya Sarana Grafika.
Syuja’. (2009). Islam Berkemajuan. Kisah Perjuangan K. H. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah Masa Awal. Banten: Al-Wasath.
 

0 komentar: