Diposting oleh http://mimindigenous.blogspot.com/ | 0 komentar

Penyair Muda NTT Lolos Seleksi Temu Penyair Delapan Negara Se-Asia Tenggara

Pos Kupang, edisi 13 Desember 2012 

Bara Pattyradja, Mario F Lawi, dan Yoseph Yapi Taum, adalah tiga nama penyair muda NTT yang berhasil lolos proses seleksi puisi Dewan Kurator Temu Penyair Delapan Negara Se-Asia Tenggara dari hampir tiga ribu puisi yang masuk ke panitia.

Agenda Temu Penyair Se-Asia Tenggara ini difasilitasi oleh Dewan Kesenian Jambi bekerjasama dengan pemerintah Provinsi Jambi. Kegiatan ini dilaksanakan pada 28-31 Desember 2012 di Kota Jambi, Provinsi Jambi. Pertemuan ini melibatkan peserta penyair dari negara Malaysia, Indonesia, Singapura, Hongkong, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, dan Korea Selatan. 

Kegiatan Pertemuan Penyair Se-Asia Tenggara ini meliputi Seminar Internasional, penerbitan antologi puisi, panggung apresiasi, workshop, pameran/bazar buku, city tour, dan wisata budaya. 

Bara Pattyradja, ketika diwawancarai oleh Flores Pos, mengatakan Pertemuan Penyair Se-Asia Tenggara ini merupakan momentum kebudayaan yang patut diapresiasi secara positif. Di NTT, dari ratusan penyair yang mengikuti seleksi, cuma tiga nama yang lolos. Ini cambuk. Cambuk bagi para penyair muda NTT untuk terus menggali kedalaman karyanya. Cambuk juga bagi pemerintah daerah NTT agar secara cerdas menelorkan strategi-strategi kebudayaan yang koheren demi terciptanya iklim berkesusasteraan yang progresif dan produktif di NTT. 

Selama ini yang dikedepankan oleh pemerintah daerah di ranah kebudayaan ialah pangan lokal, tenun ikat, dan tari, ungkap Bara Pattyradja. Padahal para penyair, para pujangga, para sastrawan itu sesungguhnya tulang punggung bangsa, tulang sum-sum NTT, karena penyair-penyair itu semuanya pasti adalah seorang pemikir, seorang cendikia yang meiliki basis idea yang kuat dalam dirinya yang kemudian memantul dalam horison-horison karyanya. Tapi sayangnya di NTT nasib para sastrawan-sastrawan ini tak tentu arah. Karena rakyat NTT tidak sungguh-sungguh diajarkan mencintai puisi, hasil akhirnya masyarakat kita suka sekali baku bunuh, anarkis. Dan anarkisme merupakan musuh bebuyutan kemanusiaan. Sebab kebudayaan (puisi) itu seungguhnya dilahirkan untuk memuliakan manusia, demikian Bara Pattyradja menegaskan. 

Bagi Bara Pattyradja, sastrawan-sastrwan NTT sudah saatnya bangkit menembus batas cakrawala, batas komunitas, batas daerah dan batas negaranya sendiri. Perlu secara intens membangun silaturahmi literer, tidak saja dengan sastrawan Nusantara, tapi juga dengan sastrawan-sastrawan dari negara-negara sahabat. Hal ini sangat penting agar positioning antara kebudayaan dan negara, di Indonesia pada umumnya, dan NTT secara khususnya yang selama ini membatu dan beku dapat kita cairkan, kita rekonsiliasi. 

Ketika dikonfirmasi oleh Flores Pos soal teknis keberangkatan tiga penyair muda NTT ini, Bara Pattyradja mengungkapkan bahwa pihak panitia Temu Penyair Se-Asia Tenggara/ Temu Penyair Nusantara ini hanya menyediakan honor pemuatan karya dan tidak memfasilitasi transportasi kedatangan dan kepulangan untuk para peserta.


Saya dan Mario F Lawi sedang beradarah-darah mencari dana ke berbagai pihak, tapi sejauh ini belum ada hasilnya. Kalau nasib sial sekali mau tak mau kami harus membiayai diri kami sendiri untuk mewakili Nusa tenggara Timur, mewakili Indonesia Timur yang tercinta ini. Jika kami tak didukung oleh pemerintah atauh pihak mana pun, tak apalah. asal keharuman nama NTT, eksistensi NTT, ada dan hidup dalam kesusasteraan dunia, tandas Bara Pattyradja.[]

*) Bara Pattyradja, Nama pena dari AS. Pattyradja pegiat MIM Indigenous School. 


0 komentar: