Diposting oleh http://mimindigenous.blogspot.com/ | 0 komentar

Kegelisahan “Kaum Merah” Muhammadiyah


Judul        : Genealogi Kaum Merah Pemikiran dan Gerakan
Penulis     : Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar
Editor       : Halim Sedyo Prasojo
Penerbit   : Kerjasama MIM Indigenous School dan Rangkang Education
Cetakan   : I, Mei 2014
Tebal        : XXX + 278 halaman; 14cm x 21cm
ISBN        : 978-602-7793-24-8
Peresensi: Ahmad Janan Febrianto

Kehadiran buku “Genealogi Kaum Merah: Pemikiran dan Gerakan” karya Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar ini, patut untuk menjadi referensi dan renungan bersama dalam tubuh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang sudah memasuki usia setengah abad. Buku ini tidak saja menyajikan pemikiran dan gerakan dalam tubuh IMM. Etapi juga menyajikan data empiric pemikiran kader dengan sampel hampir merata di seluruh Indonesia, sehingga kebutuhan gen pemikiran IMM sebagaimana dikonsepsi dan dioperasionalkan dalam gambaran buku ini, bisa membumikan lebih luas enam penegasan.
Drs. H. A. Rosyad Sholeh (Salah satu deklarator berdirinya IMM)
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyahsebagai salah satu organisasi otonom (ortom) Muhammadiyah telah menapaki setengah abad usianya. Muktamarnya baru saja digelar di Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) pada mei 2014 lalu, dengan tajuk “Meretas Zaman Membumikan Gerakan Untuk Indonesia Berkemajuan”. Kiranya sadar betul, bahwa gerakan yang selama ini dibangun belum bisa dilihat sebagai gerakan yang membantu mengentaskan bangsa dari keterpurukan. Alih-alih membantu mengentaskan bangsa, IMM malah terjebak dengan berbagai persoalan internal seperti persoalan perkaderan, minimnya gagasan, hingga perebutan kekuasaan baik di tingkat daerah maupun di tingkat pusat, yang mengakibatkan memudarnya ghiroh serta gagasan kolektif yang diharapkan menjelma menjadi gerakan yang lebih radikal dan progresif.
Sebenarnya, dalam tubuh ikatan, kader IMM sebagai salah satu basis kader bagi Muhammadiyah, memiliki corak yang sangat plural baik dari segi pemikiran, maupun sikap para kader. Keragaman ini merupakan kekayaan bagi Muhammadiyah jika bisa dikelola dengan baik oleh pimpinan IMM di setiap level pimpinan. Namun, keragaman yang dimiliki itu justru membuat para kader sulit dalam mengidentifikasi diri (bc: ikatan) sehingga tidak bisa menghasilkan gerakan yang kreatif-inovatif. Ketidak hadiran kreatifitas kader dalam men-design gerakan di tubuh IMM ini, membuat sebagian kader mengalami kegelisahan. Kondisi tersebut, ditambah parah lagi dengan minimnya buku bacaan yang berisi gagasan kolektif ikatan, sebagai alat bantu bagi kader dalam proses identifikasi tersebut.
Kehadiran buku “Genealogi Kaum Merah Pemikiran dan Gerakan” karya Makhrus Ahmadi dan Aminuddin Anwar mencoba memberikan jawaban atas kegelisahan tersebut. Buku yang dihasilkan dari sebuah riset ini, mengajak kader IMM untuk merefleksikan diri terhadap perjalanan ikatan selama setengah abad, hingga kemudian membuat banyak pilihan mengenai daya tawar gerakan IMM ditengah zaman yang terus bergerak cepat. Secara tersendiri, judul buku tersebut juga menyiratkan upaya dari penulis untuk sekadar melacak gen pemikiran kader IMM yang plural serta mengakar kuat dalam tubuh organisasi modernis-reformis Muhammadiyah. Data yang disajikan dalam buku ini menguatkan gagasan gen pemikiran, karena data tersebut hampir mewakili usia IMM itu sendiri. Wawancara dengan beberapa deklarator IMM yang mewakili pola gerak dan pemikiran IMM periode awal, wawancara dengan beberapa Instruktur DPP IMM yang mewakili generasi menengah serta data kuantitatif dari para responden yang bergerak di akar rumput.
Di bagian awal buku ini, penulis menjelaskan tentang konsep serta pandangan awal penulis mengenai genealogi kaum merah. Mengupas hasil temuan karya lain yang memiliki relevansi dengan riset yang dilakukan penulis. Pada bab kedua, penulis mengajak para pembaca untuk menengok kembali genealogi dan gerakan Muhammadiyah, sebagai gerakan sosial keagamaan yang didirikan KH. Ahmad Dahlan satu abad yang lalu. Bagian ini juga menjelaskan beberapa gejolak pemikiran yang terjadi di kalangan anak muda Muhammadiyah. Bab ketiga, penulis memaparkan beberapa pemikiran dan gerakan IMM yang dianggap fundamental berkaitan dengan perjalanannya selama setengah abad. Pada bagian ini, penulis menyadarkan pembaca akan adanya perbedaan antar karya yang ia temukan ketika melakukan telaah pustaka terhadap karya terdahulu, seperti enam penegasan IMM, serta tempat dimana IMM dideklarasikan. Bagian keempat dari buku ini menjelaskan hasil temuan dalam riset penulisan buku ini. Di bagian ini, pembaca yang sedang atau pernah menjadi bagian dari IMM akan menemukan fakta-fakta unik serta mencengangkan yang sebelumnya, belum pernah muncul ke permukaan. Pada bab inilah subjektifitas pembaca yang pernah menjadi bagian dari IMM akan memainkan perannya, kemudian memberikan tanggapan. Apakah cuek terhadap kondisi ikatan, atau bertindak turut membenahi ikatan. Pada bab kelima penulis memberikan cara pandang terhadap nilai agung IMM (Trilogi IMM) menjadi sebuah metodologi gerakan. Bab keenam menjelaskan gagasan gen pemikiran yang memungkinkan menjadi sebuah koridor bagi ikatan dalam melacak gerakan dan pemikirannya selama beberapa generasi. Dalam bab ini penulis menjelaskan dengan detail, mulai dari teoritik mengenai gen pemikiran hingga praksis dalam sebuah gerakan, sehingga pembaca akan sangat dimudahkan dalam memahaminya.
Dari penjabaran di atas, kita bisa mengetahui bahwa sesungguhnya buku yang oleh penulisnya didedikasikan sebagai kado milad IMM ini, membawa angin segar bagi ikatan, di tengah gagasan yang sedang mengering. Apa lagi masih minimnya gagasan atau karya original yang dilahirkan dalam tubuh ikatan. Struktur buku yang sistematis memudahkan pembaca dalam memahami isi buku. Selain itu, data yang bersumber dari tiga generasi tersebut menjadikan pembaca yang menjadi bagian dari IMM menemukan bahan baru untuk segera menentukan treatment terhadap IMM. Buku tersebut juga memberikan keuntungan bagi mereka yang baru terlibat dalam IMM untuk semakin mengenal identitas, pola gerak IMM mulai dari fase perintisan gerakan, fase perkembangan hingga fase pasca reformasi (sekarang) yang merupakan fase titik balik IMM. Buku yang sempat dibedah dalam perhelatan Muktamar IMM ke XIV ini, menjadi tamparan bagi para elit IMM untuk tidak sekadar mencari posisi serta mengamankan diri dalam kekuasaan tiap kali agenda akbar tersebut digelar.
Namun sayangnya, kesempatan besar agar buku ini menjadi buku konfirmasi karya-karya sebelumnya di mana banyak perbedaan historis yang penulis temukan tidak dimanfaatkan, sehingga pembaca justru terjebak dalam ketidak pastian sejarah. Perlunya penelitian lanjutan sebagai konfirmasi perbedaan historis yang ditemukan penulis, akan memperjelas buku ini. Meskipun ilmiah, buku ini tidak memiliki segmentasi pembaca yang luas (sifatnya sangat internal) sehingga gagasan penulis tidak bisa bergulir dengan kencang. Penulis yang juga terlibat secara langsung dengan perjalanan IMM (bc: Kader IMM) tidak berusaha membentengi subjektifitas penulis, misalnya dengan menggali data dari mereka (tokoh) non-IMM, tentang pandangan mereka terhadap IMM. Kelemahan terakhir buku ini ialah pada proses editing yang tidak maksimal dan terkesan terburu-buru sehingga banyak terjadi kesalahan kata serta beberapa kekurang jelasan terhadap data hasil penelitian yang disajikan dengan gambar.
Kesimpulan yang bisa didapatkan oleh para pembaca buku ini diantaranya ialah gerakan yang selama ini dirancang IMM belum membumi di tengah masyarakat, sehingga seringkali ada yang mempertanyakan kehadiran IMM dalam masyarakat, tidak terkecuali dari warga Muhammadiyah sendiri. Keragaman pola pikir serta sikap kader IMM belum mampu menghasilkan sebuah gerakan yang kreatif-inovatif, yang mampu nimbrung dalam mewujudkan Indonesia yang berkemajuan. Akankah IMM terhenti, terkurung dalam stagnasi tanpa arti atau malah mampu bertarung hingga luar negeri? Biarkanlah bola salju kegelisahan ini terus bergulir dalam tubuh IMM, agar IMM kembali jaya!

Sumber tulisan : facebook penulis (Klik Sini)


0 komentar: